Pemanis Buatan Tidak Bikin Gemuk, Benarkah?

Posting Komentar



Ilustrasi Obesitas pada Manula. (Sumber : http://www.koran-jakarta.com)
Hampir semua makanan mengandung gula. Karena itu, agar tetap bisa menikmati makanan favorit tanpa khawatir kelebihan gula, banyak orang berpaling pada pemanis buatan.

Dalam situs kesehatan may­oclinic disebutkan pemanis buatan adalah senyawa kimia yang ditambahkan atau digunakan untuk keperluan ola­han pangan, industri, atau makanan dan minuman.

Pada awalnya pemanis buatan digunakan para penderita diabetes atau obesitas untuk mengontrol jumlah kalori dalam makanan dan penurun­an berat badan. Dengan pemanis buatan, penderita diabetes tetap bisa menikmati rasa manis tanpa khawatir gula darahnya naik.

Tetapi, beberapa makanan yang diberi label bebas gula (sugar free) biasanya juga me­ngandung pemanis, seperti sorbitol atau mannitol, yang mengandung kalori dan bisa memengaruhi kadar gula darah.

Lagi pula, menghilangkan gula dari makanan atau mi­numan tidak otomatis mem­buatnya jadi lebih rendah kalori atau rendah lemak. Bila kita me­ngonsumsi makanan, meski diberi pemanis buatan, terlalu banyak, tetap saja kalorinya akan lebih banyak dari yang kita butuhkan.

Di Indonesia ada 13 jenis pemanis buatan yang diizin­kan penggunaan­nya dalam produk-produk pangan, yakni aspartam, acesulfam-K, alitam, neotam, siklamat, sakarin, sukralosa, dan isomalt, serta 5 lagi yang termasuk ke­lompok poliol, yaitu xilitol, maltitol, manitol, sorbitol, dan laktitol.

Meskipun pemanis buatan memiliki kadar kalori lebih rendah, bukan berarti kita bisa mengonsumsinya secara bebas. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menetapkan nilai ADI (acceptable daily intake).

ADI diartikan se­bagai jumlah mak­simum senyawa kimia yang bisa dikonsumsi setiap hari secara terus menerus tanpa menimbulkan gangguan pada kesehatan. Siklamat pada manusia mem­punyai nilai ADI maksimum 11 mg/kg berat badan.

Pemanis buatan sering disebut-sebut bisa memicu timbulnya berbagai masalah kesehat­an, termasuk kanker. Di sejum­lah negara pemanis buatan seperti siklamat dan sakarin mulai dikurangi penggunaannya karena keamanannya dianggap meragukan. Sebagian ahli berpendapat pemanis buatan hanya boleh dikonsumsi orang yang sedang diet gula atau penderita diabetes. Sedangkan orang sehat disarankan me­ngonsumsi gula biasa.

Bila Anda khawatir makanan yang dikonsumsi mengandung pemanis buatan, ada beberapa ciri dari produk yang menggunakan pemanis buatan, yaitu makanan/minuman yang diberi pemanis buatan mempunyai rasa pahit ikutan (after taste), terutama sakarin. Selain itu, minuman yang diberi pe­manis buatan lebih encer dibandingkan dengan minuman yang menggunakan gula.
Baca juga :
Tips Menjaga Kesehatan di Musim Hujan
Diet untuk Kesehatan Gigi, Penasaran?
Terinfeksi Bakteri Air Keran, Pengguna Lensa ini Jadi Buta 

Picu Diabetes

Para peneliti di Washing­ton University School of Medicine melaporkan, pemanis buatan sukralosa mam­pu mengubah respons insulin di dalam tubuh. Penelitian ini me­libatkan 17 orang yang sangat gemuk dan tidak sering mengon­sumsi pemanis buatan dan tidak didiagnosa diabetes. Peserta penelitian memiliki rata-rata indeks massa tubuh sekitar 42, atau 12 poin di atas ambang obesitas.

Para relawan diminta minum air putih lalu mengonsumsi glukosa, setelah itu minum minuman yang mengandung sukralosa, kemudian mengonsumsi glukosa lagi. Kemudian, para peneliti memeriksa kadar glukosa di dalam darah mereka. Para peneliti ingin mengetahui apakah tingkat in­sulin dipengaruhi oleh kombinasi dari sukralosa dan glukosa, atau tidak.

Namun, perlu dicatat bahwa pe­manis buatan tidak selalu membantu program diet. Penelitian sebelumnya oleh para ilmuwan di AS menunjuk­kan bahwa mengonsumsi pemanis buatan bisa membuat orang menjadi gemuk.

“Ketika peserta penelitian minum sukralosa, gula darah naik lebih tinggi daripada ketika mereka hanya minum air dan glukosa. Kadar insulin juga naik sekitar 20 persen lebih tinggi. Jadi bisa disimpulkan, pemanis buatan dapat membuat kadar insulin dan respon glukosa,” ungkap Profesor Donald D pepino, salah satu peneliti.

Menurut Pepino, jika kadar insulin seseorang terus-menerus berada pada level yang tinggi, risiko diabetes tipe-2 juga ikut naik.

Pemanis sukralosa bereaksi dengan reseptor pada lidah, membuat otak orang yang mengonsumsinya berpikir bahwa mereka memakan sesuatu yang manis – meskipun pemanis buatan itu tidak mengandung kalori.

Temuan ini menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat memengaruhi metabolisme, bahkan jika Anda men­gonsumsinya dalam dosis yang sangat rendah.

“Meskipun kami menemukan bahwa sukralosa dapat memengaruhi respon glukosa dan insulin, kita tidak tahu mekanismenya seperti apa. Kami telah menunjukkan bahwa sukralosa memi­liki efek tertentu. Pada orang gemuk tanpa diabetes, kami telah menunjuk­kan bahwa mengonsumsi sukralosa adalah lebih dari sekadar memasukkan sesuatu yang manis ke dalam mulut Anda tanpa konsekuensi lainnya,” tambahnya.  

Bukan Dirancang untuk Pelangsing

Pemanis buatan dirancang untuk me­lawan obesitas dan diabetes. Tapi, konsumsi pemanis buatan justru bisa meningkatkan risiko menjadi gemuk, bahkan naik kadar gula darahnya.

Pemanis seperti ini mengubah bakteri dalam perut dan metabolisme di manusia da­lam cara yang akhirnya meningkatkan risiko kegemukan.

“‘Kenaikan konsumsi pemanis buatan tanpa kalori sejalan dengan kenaikan angka obesitas dan diabetes,’’ tutur Dr Singh Pr­ayudma, peneliti dari Washington University, seperti dikutip news.com.au.

Aspek yang paling mengkhawatirkan, lanjutnya, cuma butuh empat hari konsumsi pemanis tersebut untuk mengubah kadar gula darah dan bakteri perut pada manusia.

Karena itu, pemanis buatan tidak direko­mendasikan bila ingin mengurangi berat badan. Sebaliknya, pemanis buatan justru membuat orang tambah gemuk.

Singh menambahkan, pemanis buatan be­rupa sakarin, sucralose, dan aspartame yang ditambahkan ke air minum tikus mengubah metabolisme hewan tersebut. Hingga menaik­kan kadar gula darah mereka.

Mereka juga mengetes bakter dalam perut tikus yang diberi makan pemanis buatan. Me­reka menemukan kenaikan kadar bakteri da­lam perut memproses karbohidrat dibanding­kan tikus yang tidak diberi pemanis buatan.

Penelitian tersebut memperlihatkan apa yang terjadi dalam perut 400 manusia yang mengonsumsi dan tidak mengonsumsi pe­manis buatan. Hasilnya, bakteri dalam perut pengguna pemanis buatan sangat berbeda.

Pengguna pemanis buatan memiliki bakteri yang berhubungan dengan kenaikan energi dari makanan yang berhubungan de­ngan kegemukan di tikus dan manusia. Tujuh relawan yang tidak mengonsumsi pemanis buatan diberi makanan dengan pemanis yang tinggi kadarnya. Setelah hanya empat hari, ditemukan bakteri perut yang berkaitan de­ngan obesitas dan kadar gula yang tinggi.

Karena itu, lanjut Singh, temuan ini me­rupakan bukti diperlukannya peninjauan ulang penggunaan pemanis buatan dalam pola makan modern. 

Sumber :
Koran Jakarta. 2016. Pemanis Buatan Tidak Bikin Gemuk, Benarkah?. Diakses tanggal 6 Desember 2016. Link ; http://www.koran-jakarta.com/pemanis-buatan-tidak-bikin-gemuk-benarkah/


Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Imaduddin Badrawi, S.Tr.AK
Founder www.infolabmed.com, tim penulis buku "Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik Untuk Mahasiswa Teknologi Laboratorium Medik". Aktif menulis di https://www.atlm-edu.id/, https://www.indonewstoday.com/, dan https://kumparan.com/catatan-atlm. Untuk kerjasama bisa melalui e mail : imadanalis@gmail.com

Related Posts

Posting Komentar